>

Review – I, Frankenstein (2014)

Review – I, Frankenstein (2014)

Sebenarnya sangat mudah mengulas film satu ini, ya,  I, Frankenstein itu buruk, sangat buruk, bahkan buat penontonnya yang sudah membentengi pikirannya dengan ekpektasi paling rendah sejak jauh-jauh dari rumah, ini akan menjadi pengalaman menonton yang sangat mengecewakan. Dari sini sebenarnya kamu sudah bisa berhenti membaca, dan jangan bilang saya tidak memperingatkanmu.
Jangan salah, sebenarnya sci-fi fantasi adaptasi komik grafis Kevin Grevioux ini punya konsep menarik terutama ketika ia mencoba membawa monster horor klasik rekaan Mary Shelley populer itu ke setting modern masa kini, memoles fisik mahkluk mengerikan ciptaan Dokter Frankenstein menjadi terlihat lebih rupawan tanpa embel-embel baut besar di leher, lebih lincah dengan ukuran tubuh atletis dan lebih mematikan ketika sang monster dalam wujud Aaron Echart penuh jahitan beraksi menghantamkan dual stick bajanya ke kepala-kepala para serdadu Iblis berkostum parlente di tengah-tengah peperangan abadi Gargoyle (Miranda Otto) dan Demon (Bill Nighy). Sayang, semua kesenangan itu hanya sebatas konsep gila yang tidak bekerja.
Memulai kisahnya dengan ending novelnya, I, Frankenstein terlihat seperti sekuel dari literatur lama milik Mary Shelley yang bolak balik dibuatkan filmnya itu. Tidak usah heran jika aroma gotik-modernnya terasa familiar dengan apa yang pernah dihadirkan quadrilogi Undeworld, karena keduanya memang berasal dari kepalanya Grevioux sang empunya komik yang turut membantu merebus naskahnya, dan kebetulan, juga ada Bill Nighy di dalamnya. Lalu kamu juga merasakan deja-vu dengan trilogi Blade, bukan hanya karena tokoh utamanya sama-sama seorang anti-hero pembasmi setan- vampire di Blade-, tetapi juga ketika setiap kali ia menghancurkan demon yang berakhir dengan balutan api menyilaukan. Tetapi,  jujur saja, I, Frankenstein itu lebih kacau dari franchise Underworld dan Blade yang buat saya sudah termasuk medioker, bahkan parade pertarungan penuh CGI mewah antara pasukan Gargoyle pimpinan Miranda Otto dan iblis yang dikomandani oleh sang pangeran kegelapan dalam wujud Bill Nighy itu akan menjadi cepat usang dan membosankan.
Tanggung jawab jelas ada pada pundak sang sutradara sekaligus penulisnya, Stuart Beattie (penulis naskah Pirates of the Caribbean: The Curse of the Black PearlCollateralG.I. Joe: The Rise of Cobra ) yang tidak piawai meramu konsepnya menjadi sajian yang, yah, paling tidak berada di taraf menghibur lah. Plotnya payah dan membosankan, karakter Adam si monster Frankenstein itu konyol bukan main, tidak hanya karena tampilan fisiknya yang sangat jauh berbeda dari gambaran versi klasiknya, tidak hanya karena tampang jutek Aaron Eckhart di sepanjang film seperti sedang mederita hernia, tetapi ada kekosongan dibalik tubuh penuh jahitan. Memang ada cerita tentang perjalanan panjang dari sosok Adam – begitu ia dinamakan oleh sang ratu Gorgoyle-, ciptaan yang marah dalam usahanya mencari jawaban tentang eksitensinya di dunia, tetapi bagian itu tidak pernah benar-benar dipoles dengan serius, hanya sebagai tempelan belaka buat konflik utamanya; peperangan malaikat dan iblis di bumi yang sebenarnya juga sama saja mengecewakannya, termasuk romansanya bersama ilmuwan cantik, Terra Wade (Yvonne Strahovski) yang terobsesi membangkitkan orang mati. Beruntung masih ada Bill Nighy yang sejauh ini belum pernah mengecewakan ketika memerankan sosok antagonis dengan keangkeran yang keluar dari permainan kata-kata halus dan tatapan dinginnya.

sumber : http://movienthusiast.com/2014/02/review-4/

Penulis : ShanksPhilip ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Review – I, Frankenstein (2014) ini dipublish oleh ShanksPhilip pada hari Jumat, 07 Maret 2014. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Review – I, Frankenstein (2014)
 

0 komentar:

Posting Komentar